Semua orang pasti tahu apa artinya menikmati dosa, karena ini merupkan irama hidupnya. Menikmati dosa artinya menikmati hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah tetapi menyenangkan daging kita, menyenangkan jiwa kita. Pasti kita mengalaminya. Semua manusia telah jatuh dalam dosa, dan pasti telah pernah hidup di dalam dosa. Dan mungkin sekarang masih hidup di dalam dosa sehingga hal itu menjadi ikatan seperti candu. Misalnya, kalau kesukaan seseorang itu makanan jenis tertentu, maka makanan itu menjadi candu baginya. Apalagi kalau terkait dengan alkohol, narkoba, dan sejenisnya. Pasti itu akan menjadi ikatan yang pada akhirnya benar-benar membunuh fisik, membunuh jasmani, merusak tubuh.
Banyak orang mengenal, mengalami, bahkan menikmati dosa secara terus-menerus sampai mati. Ini mengerikan sekali! Sebab orang yang menikmati dosa tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Yerusalem Baru hanya untuk orang-orang kudus, yang tidak bercacat, tidak bercela (Why. 21:27). Kalau dosa bisa dinikmati, kesucian mestinya juga bisa dinikmati. Tetapi faktanya, sedikit sekali orang yang benar-benar menikmati kesucian sampai menjadi kecanduan terhadap kesucian tersebut. Ini yang harus kita mengerti. Kesucian itu bisa dinikmati. Bagaimana kita bisa menikmati kesucian?
Pertama, dimulai dari tekad dan komitmen untuk menyenangkan hati Allah. Hal ini adalah pilihan. Kita harus memilih antara menyenangkan diri sendiri, memuaskan keinginan daging, atau mau menyenangkan hati Tuhan. Kita harus memilih dan menetapkan hati, walaupun kita masih ada di dalam kodrat dosa, bahkan masih jatuh bangun. Tetapi kita bisa berkomitmen untuk memilih hidup suci. Artinya memilih untuk menyenangkan hati Allah. Itu harus kita putuskan, bukan orang lain. Kalau kita berani mengambil keputusan untuk menyenangkan hati Tuhan dalam segala hal dan setiap saat, berarti kita benar mengasihi Tuhan. Orang bisa belum sempurna, tapi bisa mengasihi Tuhan. Dan orang yang mengasihi Tuhan pasti dibawa kepada kesempurnaan!
Di dalam perjalanan hidupnya, seseorang akan mendapat banyak tantangan, godaan, cobaan, tawaran-tawaran kenikmatan. Kenikmatan dunia atau kesempatan-kesempatan untuk memuaskan keinginan daging dan keinginan jiwanya. Di situ seseorang bergelut, bergumul. Ia akan jatuh bangun. Tetapi jangan berhenti berkomitmen untuk mengasihi Allah. Jangan berhenti berkomitmen untuk menyenangkan hati Allah. Komitmen kita untuk menyukakan hati Allah harus di-update setiap hari. Di-update artinya harus diperbaharui setiap hari. Ini yang pertama: berkomitmen.
Kedua, ketika kita memilih untuk taat. Pada saat kita mendapat kesempatan berbuat dosa—dimana pasti Tuhan akan mengizinkan kita mendapat peluang untuk memuaskan diri kita. Di mana kelemahan kita, di situlah Tuhan akan menguji. Iblis juga pasti mencobai kita. Seperti yang dialami Ayub, Iblis berusaha menjatuhkan Ayub dengan pencobaan. Tetapi dari sisi Allah, itu ujian untuk meningkatkan kualitas Ayub. Jadi ketika kita mendapat kesempatan berbuat dosa—lewat kesukaan kita yang tidak berkenan di hadapan Allah—kita harus mulai berkata dengan tegas, “tidak.” Itu menyakitkan diri sendiri. Sakit, tetapi menyenagkan hati Allah.
Sebaliknya, jika kita memilih untuk memuaskan diri sendiri, kita tidak berkata “tidak,” tetapi kita akan berkata “ya” terhadap dosa. Maka, kita akan terjerat di situ. Itu akan menjadi candu yang membinasakan. Tetapi ketika kita berkata “tidak” terhadap dosa, walau sakit memang pada mulanya, tetapi kalau itu terus berlangsung dalam hidup kita, akhirnya kita bisa merasakan kekudusan itu nikmat, indah. Kita bisa menghayati tidak ada kehidupan yang lebih indah dari kehidupan yang tidak bercacat, tidak bercela. Atmosfer kesucian itu harus kita nikmati.
Ketiga, kebenaran Firman yang merubah pola pikir kita. Bagaimana kita memiliki kekuatan batin untuk berkata “tidak?” Sebab waktu kita berdoa, kita ke gereja, kita bertemu orang, kita mudah berkata “aku mau hidup suci.